Jika sudah mampir silahkan tinggalkan Pesan, Kritik atau Saran pada kolom komentar. Sebagai tanda persahabatan

Selasa, 27 Desember 2016

Belajar Melalui Pengamatan, Membedakan antara Fakta dengan Kasus.

Bahkan orang dewasa sekalipun, seringkali melakukan kesalahan dengan mengambil kesimpulan dari sebuah persepsi dan menganggap persepsi sebagai fakta. Lalu, bagaimana dengan anak-anak?


Farha (3 tahun) mengamati setiap bayi yang dia temui, lalu menyimpulkan berdasarkan pengamatannya tersebut dengan mengatakan bahwa “semua yang tidak memiliki gigi (seperti bayi yang dia lihat) tidak dapat berbicara (karena Farha melihat bahwa semua bayi yang tidak dapat berbicara ternyata tidak memiliki gigi). Sebagai orang dewasa, Anda langsung bisa menilai bahwa Farha salah karena parameter yang diambilnya terlalu sedikit untuk memutuskan bahwa kemampuan berbicara itu bergantung pada ada tidaknya gigi. Farha tidak mengetahui bahwa seorang nenek yang tidak memiliki gigi pun juga bisa berbicara. Sempitnya pengetahuan dapat memengaruhi pandangan seseorang terhadap realitas (fakta). Apa yang ditemukan oleh anak berusia 3 tahun, yang tidak tahu banyak mengenai dunia, tentang keterkaitan gigi dengan kemampuan berbicara, BUKAN MERUPAKAN FAKTA. Tapi bukan berarti penemuan Farha itu tidak penting. Farha baru saja memelajari bahwa semua penemuan bukanlah fakta jika tidak dapat diberlakukan dalam hampir semua kondisi. Farha memerlukan obyek pengamatan berupa seorang nenek atau kakek yang tidak punya gigi tapi lancar berbicara untuk memahami bahwa kesimpulannya tersebut salah.


Sebuah pengalaman itu penting. Dari pengalaman akan didapat banyak sekali penemuan. Penting bagi anak-anak untuk menciptakan banyak pengalaman dengan melakukan sesuatu. Membaca buku dan menemukan “fakta” dalam buku, tidak bisa disebut menciptakan pengalaman melalui buku. Itulah sebabnya diperlukan eksperimen jika obyek yang dibicarakan di buku adalah sains. Robert Kyosaki pernah mengatakan bahwa “berhati-hatilah terhadap sebuah nasehat yang berasal dari orang yang tidak berpengalaman (hanya mengandalkan hafalan teks di buku saja untuk mengatakan A B C D, tanpa memiliki pengalaman langsung mengenai obyek yang dibicarakan). Karena seorang penasehat yang memeroleh informasi dari buku, bukan dengan praktik di lapangan, akan kesulitan menjadi pembimbing yang baik di lapangan.”


Jadi, belajar secara aktif, dengan melakukan pengamatan langsung, dan praktik di lapangan, jauh lebih mengena dibanding hanya membaca buku di kelas. Belajar melalui pengamatan membuat anak-anak memahami arti sebuah fakta, bahwa tidak semua penemuan yang mereka dapatkan di lapangan bisa diterapkan pada obyek lain dengan jangkauan yang lebih luas. Tapi bukan berarti buku tidak penting, keberadaan buku penting tapi harus juga diimbangi dengan pengalaman agar proses belajar menjadi “kaya”.


Bagaimana dengan permainan? Belajar melalui permainan itu banyak poin plus-plus yang didapat oleh anak, tapi juga sangat bergantung seperti apa permainannya. Jika permainannya amat disukai anak maka progress yang diperoleh pun cepat, seperti Ramiza putranya Bunda Hida, salah seorang agen ABACA, yang sangat mencintai prajurit donat dalam permainan di seri ABACA Hijaiyyah padahal usianya belum 3 tahun atau belum cukup umur untuk belajar symbol arab (HIjaiyyah). Tak hanya Ramiza, putra Bunda Cahya, juga sangat mencintai ABACA Hijaiyyah dan bisa menguasai 90% materi hanya dalam waktu satu bulan padahal putranya Bunda Cahya sangat malas belajar Iqra.


Dalam permainan ABACA Hijaiyyah, anak-anak akan berimajinasi dengan raja donat. Anak-anak juga bisa melatih kesabaran karena dalam permainan tsb, anak-anak harus berjuang dan dalam beberapa kasusbmereka harus menerima kondisi bahwa terkadang untuk memeroleh sesuatu (donat bermahkota) memerlukan perjuangan ekstra. Karena terkadang, di tengah jalan, prajurit donat yang mereka mainkan di atas papan main bisa saja berhenti di kotak kosong sehingga anak-anak tidak mendapat donat bermahkota, dan kadang-kadang pula menemui aral melintang berupa lubang kelinci yang membuat prajurit donat “mengaduh kesakitan.” Tentu saja anak akan cenderung berimajinasi jika sudah bertemu lubang kelinci. Selain itu anak-anak juga belajar menjalin komunikasi dan kerjasama bersama Bunda (partner bermainnya). Full imajinasi inilah yang membuat seri hijaiyah begitu digandrungi anak-anak.


Simak testimony keren berikut dari Bunda Hida dan Bunda Cahya

Semoga terinspirasi


Diena Ulfaty

Produsen, Owner dan Penemu ABACA FlashCard


Dapatkan semua seri ABACA di seluruh agen dan distributor resmi ABACA Flashcard.


SMS/WA 085867486151

Tidak ada komentar:

Posting Komentar