Jika sudah mampir silahkan tinggalkan Pesan, Kritik atau Saran pada kolom komentar. Sebagai tanda persahabatan

Jumat, 15 Oktober 2010

CALISTUNG PADA ANAK USIA DINI

Tahun ajaran baru telah berlalu, namun kontroversi pemberian pelajaran calistung bagi anak usia dini seakan menjadi topik yang tak pernah basi. Selalu dan selalu calistung menjadi kontroversi. Antara peraturan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi di lapangan rupanya tidak seiring sejalan. Peraturan mengatakan bahwa tidak dibenarkan memberikan calistung pada anak usia dini. Namun banyak sekolah-sekolah Taman Kanak-Kanak memberikan calistung pada siswanya. Baik itu dilakukan dengan terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Mengapa demikian?

Masalahnya untuk memasuki lembaga pendidikan Sekolah Dasar, terutama SD favorit menerapkan adanya tes yakni lulus calistung. Tentu saja orang tua banyak yang dibuat gusar dengan masalah ini. Sebenarnya untuk memasuki SD anak-anak hanya didasarkan pada usia. Bila usia mereka telah mencukupi maka tanpa syarat apapun mereka bisa memasuki pendidikan dasar tersebut. Namun perkembangan yang terjadi untuk menjaring mutu input siswa banyak sekolah-sekolah favorit menerapkan adanya tes calistung.

Hal itu tentu bertentangan dengan aturan yang diberlakukan oleh Dinas Pendidikan. Yang mana tertuang dalam surat edaran dari Dirjen Dikdasmen Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 yang ditujukan kepada para gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut menyebutkan bahwa kriteria calon peserta didik SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog. Apapun bentuknya tes tidak diperkenankan.

Mengajarkan calistung pada usia dini memang tidak diperkenankan dalam pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-Kanak. Piaget seorang ahli perkembangan anak usia dini menilai anak-anak di bawah usia tujuh tahun berada dalam tahapan perkembangan praoperasional. Dimana anak-anak masih menggunakan simbol dan pikiran internal dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan obyek konkret yang dihadapi saat ini dan sekarang(Lara Fridani, dkk: 2009). Sementara pelajaran calistung yang memerlukan cara berpikir terstruktur hanya cocok diberikan pada fase perkembangan operasional konkret. Yakni usia 8-12 tahun.

Tetapi pada kenyataannya calistung sudah diberikan sejak usia TK. Dengan asumsi bahwa anak-anak yang tidak memperoleh pembelajaran calistung akan ketinggalan saat duduk di SD nanti. Disamping itu juga adanya tuntutan dari para orang tua yang menghendaki anak-anaknya sudah mahir calistung begitu keluar dari TK. Sehingga mereka dapat memasukkan anak-anak mereka ke SD favorit yang kebanyakan menerapkan seleksi lulus calistung. Untuk itu mau tidak mau pembelajaran di TK juga sudah memperkenalkan calistung. Karena TK-TK yang tidak menyertakan calistung dalam pembelajaran sehari-hari kurang diminati. Disamping itu jika dilihat kurikulum SD sekarang tidak ada kurikulum belajar membaca untuk anak kelas 1 SD. Mereka langsung disuguhi pelajaran berupa teks yang cukup banyak yang otomatis membutuhkan kemampuan membaca untuk bisa mengikutinya.

Sebenarnya bukan masalah boleh atau tidak boleh calistung diberikan pada anak usia TK. Yang perlu ditekankan di sini adalah cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini memegang prinsip belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Calistung dapat saja diberikan pada anak usia dini asalkan dilakukan sambil bermain dan menyenangkan. Jadi anak-anak tidak merasa terbebani.

Untuk mulai belajar calistung, tidak harus diperlukan waktu khusus. Ada kalanya pelajaran calistung dapat membaur dengan kegiatan lainnya yang sudah dirancang dalam kurikulum TK tanpa membuat anak-anak merasa tertekan.

Untuk mulai mengenalkan membaca pendidik tidak harus menyuruh anak menghafal abjad satu demi satu. Demikian juga untuk mulai mengenalkan angka-angka pada anak tidak harus menghapal simbol-simbol angka yang ada. Tetapi hal tersebut dapat dilakukan sambil bermain. Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Dan anak-anak akan dapat belajar dengan lebih bermakna jika mereka merasa senang. Sudah banyak permainan dan metode yang dirancang untuk pembelajaran calistung. Tinggal kreativitas pendidiklah yang perlu dibenahi agar pembelajaran calistung dapat berlangsung secara alami dan menyenangkan.

8 komentar:

  1. Terima kasih atas atensinya, Pak Philip. senang telah singgah di blog saya.

    BalasHapus
  2. saya mau buat lembaga kursus baca, menurut ibu umur berapa baiknya anak diajarkan membaca dalam kondisi fun learning? terimakasih

    BalasHapus
  3. Pada dasarnya proses membaca itu terdiri dari beberapa tahapan. Dimulai semenjak anak mulai tertarik pada buku itu sudah bisa disebut membaca walau hanya berupa gambar-gambar. Tidak ada patokan pasti kapan anak boleh mulai diajar membaca. namun janganlah terlalu memaksa. trim,s ya.

    BalasHapus
  4. salam kenal..
    saya sangat setuju dengan tulisan anda di atas..jadi teringat dengan apa yang dikatakan kak seto bahwa anak usia TK sekarang kebanyakan "belajar sambil menangis" daripada "bermain sambil belajar"..
    kunjungi juga blog saya ya bu..terima kasih..
    http://paudcahayabunda.blogspot.com

    BalasHapus
  5. Salam kenal balik, segera meluncur ke lokasi. trim telah mampir.

    BalasHapus
  6. Meski bukan guru TK, saya senang membaca tulisan ibu Wahyuti, bagus2 dan mencerahkan. Sukses selalu.

    Blog saya mengenai belajar bahasa Jerman www.les-bahasa-jerman.blogspot.com. Karena saya guru bahasa Jerman.

    BalasHapus
  7. Terima kasih atas apresiasinya Ibu Pipit. salam kenal.

    BalasHapus