Jika sudah mampir silahkan tinggalkan Pesan, Kritik atau Saran pada kolom komentar. Sebagai tanda persahabatan

Jumat, 18 Juni 2010

HARI KENAIKAN KELAS

Hari ini aku tengah asyik membuka-buka modul kuliahku guna persiapan ujian semester minggu depan ketika tiba-tiba dari luar terdengar teriakan anak laki-lakiku yang baru pulang dari sekolah. “Mamah, Mamah, aku naik kelas!” serunya gembira seraya menghambur kepadaku. Akupun kaget dan menyongsongnya. Aku lupa kalau hari ini sekolah anakku membagikan rapor kenaikan kelas. Sebenarnya dia sudah mengatakan dari kemarin. Tapi dasar aku yang pelupa. Habis rapor dibagikan ke anak langsung. Jadi yah, aku lupa. “Mas, kok nggak ngucap salam dulu.” Aku mengingatkan. Dia nyengir lalu mengatakan Assalamualaikum.

Ah, anakku, begitu gembiranya dia bisa naik kelas sampai lupa ngasih salam dulu. Lalu kamipun larut dalam kegembiraan. Bertiga kami membuka rapor hasil ulangan umum anakku. Benar dia naik ke kelas empat, dengan nilai yang yah, pas-pasan. Lalu buru-buru dia nelpon papahnya guna mengabarkan berita gembira ini. Papahnyapun menyambut gembira. Tapi karena sedang kerja beliau nggak bisa lama-lama bercakap dengan anakku. 

Alhamdullilah, aku bersyukur. Kami tahu, anakku telah bekerja keras untuk ulangan umum kali ini. Jadi apapun hasilnya, aku menghargainya. Aku memaklumi anakku tidaklah pandai-pandai amat. Bahkan dia cenderung lambat untuk pelajaran yang mengedepankan logika macam matematika dan IPA. Dia lebih suka dengan pelajaran menggambar. Mungkin nurunin papahnya yang pinter nggambar. Hanya sayangnya sekolah kita tidak diperuntukkan bagi anak-anak yang punya hobi menggambar yang cenderung berpikir dengan otak kanannya. Sistem sekolah kita adalah sekolah otak kiri yang lebih menghargai anak-anak yang pintar matematika ataupun IPA. Sekolah kita tidak menerima anak-anak yang mempunyai kecenderungan berpikir dengan otak kanan. Seperti anakku yang hobi nggambar ini. 

Dulu aku sempat putus asa juga, gimana caranya membuat anakku ini jadi suka sama yang namanya pelajaran matematika, atau IPA atau pelajaran hapalan lainnya. Tapi sekarang aku ngikuti mood dia saja. Bayangkan untuk pelajaran berhitung dia harus mempelajarinya secara konkrit. Untuk itu aku bela-belain belajar jarimatika dan mengajari anakku jarimatika. Hasilnya lumayanlah. Banyak membantu dia dalam berhitung. 

Tapi apapun hasilnya aku bangga padanya. Aku menghargai jerih payahnya. Aku tahu sekolah jaman sekarang sangat susah. Bayangkan saja, pelajaran yang dulu aku terima di SMP sekarang sudah diajarkan di kelas 3 SD. Aku hanya geleng-geleng kepala. Sebuah pemaksaan, pengkarbitan atau apalah. Aku sering berpikir apa memang sudah waktunya anak-anak itu dijejali pelajaran yang sedemikian berat. Atau memang hanya anakku yang nggak bisa ngikutin perkembangan jaman. Apa kurikulum yang kita terapkan itu sudah benar-benar sesuai dengan perkembangan anak-anak kita? 

Soal pembagian rapor nih, apa nggak sebaiknya orang tua yang datang mengambil rapor dan sekalian guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua perihal perkembangan anak-anak di sekolah. Sehingga problematika pendidikan dapat diatasi bersama-sama. Dan hasilnya juga demi generasi penerus kita agar menjadi generasi yang cerdas, beriman dan bertakwa. 

Dan untuk kedepannya semoga kepintaran seseorang tidak hanya diukur dari nilai-nilai matematika dan IPA saja. Tetapi juga kecerdasan lain yang telah dianugrahkan Tuhan pada anak-anak kita. Ada multiple Intelligences, khan?

Untuk anakku, teruslah berjuang dan janganlah putus asa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar