Tulisan ini saya copas dari Grup Ibu-Ibu Doyan Nulis Semarang yang ditulis oleh Mbak Dian Kristiani. Semoga bermanfaat.
1. Bagaimana menjaga “mood” supaya tetap konsisten dalam menulis?
Mood bisa datang dan pergi kapan saja. Kalo nunggu mood, bisa-bisa kita nggak nulis. Pasti ada aja alasannya. Yang capek lah, yang rumah kayak kapal pecah lah, yang gak ad aide lah, dll. Yang saya pribadi lakukan selama ini, meski mood lagi nggak bagus, saya tetep nulis. Mungkin tulisannya akan jadi jelek, aneh, garing bin jayus, gak apa-apa. Yang penting saya tetap menulis. Kan, menulis nggak seperti melukis? Kalo melukis kanvas mah nggak bisa direvisi.
Nanti, kalau mood saya udah membaik, biasanya saya edit, revise dan rewrite lagi. Jadi, jangan tunggu mood untuk menulis. Tetaplan menulis, meski lagi PMS. Toh, nanti bisa kita edit lagi. Dan, tulislah apa yang kalian suka. Jika lagi bosan nulis cerita anak, boleh kok nulis yang lain. Percayalah, tak ada naskah yang tak berguna. Folder naskah saya, 90% terpakai, meski itu naskah curhat dewasa, dan saya kirim ke media. Entah dimuat ato kagak, yang penting terpakai kan? Kalo dimuat mah alhamdullilah, sesuatu banget, hihi.
2. Apa rahasia membuat bacaan anak yang bagus?
Rahasianya? Ya bacalah bacaan anak yang bagus. Kalo terbiasa membaca bacaan anak yang jelek, pasti tulisan kita jelek. That simple.
3. Bagaimana menulis naskah tanpa menggurui? (baik naskah Islami, maupun tidak)
Bayangkan saja kita jadi anak kecil, bagaimana membaca cerita yang isinya Bu Guru bla bla bla, ibu bla bla bla…dst? Bisa kok dibikin cerita yang asyik, dan hikmah atau pesannya disampaikan. Boleh saja meminjam mulut orang dewasa, tapi mbok ya caranya diperhalus…smooth gitu loh.
Bisa juga dengan adegan-adegan dalam cerita itu, yang menunjukkan anak menemukan sendiri jawabannya. Anak gak harus melulu disodori jawaban oleh ortu ato guru.
4. Bagaimana membuat cerita berima yang lentur?
Tentukan dulu mau bikin berima apa? Misalnya pengen bikin berima “ing”. Kumpulkan saja semua kata berakhiran “ing” dan tuliskan dalam selembar kertas. Peras ingatanmu untuk mengeluarkan semua kata berakhiran “ing” itu. Nah, jika sudah terkumpul, bolehlah kita mengutak-atiknya. Biasanya, prosesnya akan jadi amat mudah saat kita udah ngumpulin kata berimanya. Untuk variasi rima, bisa liat di www.kamusrima.com
5. Bagaimana cara mengirim naskah ke penerbit luar negeri dengan aman?
Belum pernah ngirim, hihi…jadi maaf, kagak teu. Tapi in my humble opinion sih, sebaiknya kontek saja penerbitnya dan tanyakan kepada mereka bagaimana prosedur pengirimannya. Jika penerbit yang kita tuju cukup besar atau punya nama, insya Allah amanlah. Mereka pasti punya SOP tersendiri, dan gak berani main-main. Entah kalo penerbit tina tini alias tipu sana tipu sini ya.
6. Apa yang akan penulis dapatkan jika naskah kita yang sudah terbit di Indonesia, kemudian terbit di LN?
Kalo di surat perjanjian salah satu penerbit sih, tertulis bahwa penulis akan mendapatkan 50% dari nilai kontrak baru ke LN. Nah, masalahnya, kita kan nggak bisa tau nilai kontrak sesungguhnya berapa? Bisa sih, minta ke penerbit untuk nunjukin perjanjian kerja sama mereka ke LN itu, tapi kalo aku enggak mau ah…berbaik sangka saja. Penerbit yang baik hati tentu tak akan memlekoto penulisnya.
7. Bagaimana kita bisa tahu apakah naskah kita diterima atau ditolak oleh penerbit, tanpa harus meneror penerbit?
Setelah mengirim naskah, ada baiknya kita telepon redaksinya. Tanyakan, apakah naskah saya berjudul A sudah diterima? Jika sudah, kira-kira berapa lama redaksi akan memutuskan naskah saya layak terbit atau tidak? Nah, berdasarkan jawaban mereka, gampang kan kita tau kapan naskah kita akan terbit, atau gone with the wind?
Kalo males nelpon, ya pake cara kuno saja. Tunggu sebulan, gak ada respon? Tanyakan….
Dua bulan, tanyakan lagi, sampe 6 bulan ga ada respon, ya bikin saja surat pernyataan penarikan naskah. Jangan tanya surat ini isinya gimana ya? Bisa dong, bikin surat kayak gini. It’s a piece of cake hehe.
8. Mana yang lebih baik, setia pada penerbit itu2 saja, atau mengirim naskah ke banyak penerbit?
Di awal menulis, aku mengirim naskah ke banyak penerbit. Dari situ aku tahu, mana penerbit yang baik hati, mana penerbit yang “aneh” dan mana penerbit yang malas. Dari situ, seleksi alam pun dilakukan. Di posisiku sekarang, aku sudah berkomitmen pada diriku sendiri, bahwa aku akan LOYAL pada penerbit yang sudah terbukti menerbitkan buku2ku dengan lancar, plus lancar pula membayar royaltinya. Semua naskahku, pertama kali PASTI akan kutawarkan ke penerbit-penerbit itu.
Menurutku, mereka sudah berkinerja baik, dan sudah seharusnya kita mensupport mereka dengan naskah2 ciamik kita.
Namun, aku juga tetap menulis sedikit-sedikit, yang kutujukan untuk penerbit yang “baru” untukku. Bukan untuk penerbit yang sudah melewati seleksi alam dariku. Jujur, penerbit2 yang gak lolos seleksi alam, tak pernah lagi kukirimi naskah. Hehe…kurasa lebih baik aku kirim ke penerbit2 lain untuk menjajaki kemungkinan baru, sambil tetap loyal pada penerbit-penerbit yang telah membesarkan aku.
9. Kenapa naskahku tak pernah dimuat?
Kemungkinannya, naskahmu jelek isi dan jalan ceritanya, naskahmu jelek tata bahasanya, naskahmu jelek cara penulisannya, naskahmu jadul, naskahmu tak ada bedanya dengan naskah-naskah yang sudah dimuat media itu sebelumnya, naskahmu ndak cocok untuk media tersebut (media satu dan lainnya, beda loh “aliran”nya), atau tema yang sama dengan naskahmu udah sering ditemukan di mana-mana. Atau, beberapa orang menulis naskah yang sama ide dan temanya denganmu. Wah, anda kurang beruntung. So, jangan mau jadi penulis yang biasa-biasa saja.
10. Gimana caranya supaya rajin nulis?
Kalo aku pribadi, memang suka menulis sih. Kalo suka, otomatis rajin kan. Suka makan bakso, otomatis rajin nongkrongin abang bakso hehe. Suka ama Bang Ray Sahetapy, otomatis kalo ndak ngliat wajahnya sehari bisa meriang. Demikian dengan menulis, Kalo cinta menulis, pasti rajin kok. Kalo kalian nggak rajin menulis dengan alasan malas, susah dsb, mungkin sebenernya kalian “memaksakan diri” menjadi penulis. Eksplorelah bakat kalian yang lain. Barangkali pemusik, penari, pelukis, atau atlet.
11. Gimana cara memulai membuat cerita anak?
Idem dengan pertanyaan sebelumnya, ya bacalah cerita anak. Dari situ, kamu bisa tahu kok bagaimana memulainya.
12. Gimana supaya cerita tak terhenti di tengah jalan?
Hmmm…kalo mau, bikin saja kerangka karangan sebelum mulai menulis. Begitu terhenti, intip saja kerangka karanganmu. Gampang kan?
13. Bagaimana cara mendapat ide?
Haiyaaaa…ide mah ada di mana-mana. Lalat terbang di hidung kita pun bisa jadi ide. Jadi penulis, harus mengasah panca inderanya dengan baik. Be sensitive booookkk….
Baca buku, baca situasi, baca TV juga bisa jadi ide loh. Tajamkan telinga, dengerkan rumpian tetangga, rumpian anak SD, rumpian tukang sayur, semuanya bisa jadi ide.
14. Bolehkah mengirim ke media lain jika naskah kita tak ada kabar?
Boleh saja, asalkan sebelumnya sudah mengirim SURAT PERNYATAAN MENARIK NASKAH.
Hanya saja, jangan baru ngirim sebulan, lalu udah ngirim surat penarikan. Ntar dipikir kita kagak serius dong.
Kalo dari pengalaman, kan ada tuh yang 1.5 tahun baru diterbitkan. Jadi, kalo kalian mau kirim ke media lain, gimana kalo tunggu 1 tahun dulu ya? Karena biasanya memang antre media itu lama, kecuali naskah kita “istimewa” dalam artian sesuai momen yang mereka cari. Tapi ya terserah, kalo mau narik naskah setelah 6 bulan, up to you. Kalo aku sih, ada yang sampai 2 tahun belum kutarik. Bukan apa-apa…wong aku ya belum tahu itu mau kuapakan? Hehe…penulis malas follow up nih aku.
15. Cerita anak yang bagus tu yang kayak apa? Gimana mengawalinya?
Yang bagus? Ya kayak buku-bukuku itu loh…hahaha…becanda ah! Yang bagus ya tentu cara penyampaiannya empuk, smooth, kata2 sederhana (bukan seadanya) dan tokoh-tokoh yang menarik. Jika ada hikmah atau pembelajaran moral yang hendak disampaikan, ya sampaikan dengan smooth melalui cerita. Bukan dengan petatah petitih secara obvious.
Gimana mengawalinya? Ya itu tadi, baca-baca dulu dong..
16. Baca-baca, baca apa dong? Baca buku siapa?
Misalnya, kamu pengen bikin pictorial book. Ya silakan liat2 pictorial book yang ada di toko. Pelajari, lalu tuliskan. Karya Arleen Amidjaja, Ali Muakhir, Endang Firdaus, bisa jadi acuan.
Kalo pengen bikin novel anak, ya baca Enid Blyton, Roald Dahl, Astrid Lindgren, atau penulis2 luar lainnya yang aku juga kagak tau haha. Kalo lokal, Kang Iwok Abqary, Tria Ayu, Ary Nilandari, dan yang terakhir Pak Deny Wibisono, bagus banget kok buku2nya.
Kalo mau membidik majalah, ya silakan baca Bobo. Girls, Mombi, dll. Pelajari, amati, lalu tuliskan ide2mu dengan gayamu sendiri, namun dengan tema yang pas untuk media yang kamu bidik.
17. Apakah harus mengandung pesan moral?
Cerita yang tidak mengandung pesan moral, bukan berarti IMMORAL. Jadi, tak harus memaksakan diri menyisipkan pesan moral dalam suatu cerita. Bisa saja menyisipkan pengetahuan, atau bahkan hanya just for fun saja. Misalnya, ceritaku tentang Nenek Rambut Panjang. Gak ada pesan moralnya kok, hanya bercerita tentang nenek yang punya rambut amat panjang. So, apakah cerita itu termasuk cerita immoral? PDA alias please dong ah..
18. Berapa lama waktu yang dibutuhkan, mulai dari mengirim sampai dimuat di media?
Jika anda beruntung, 2 hari pun bisa terima kabar. Kalo lagi kurang beruntung, bisa sampe 1.5 tahun.
Kalo ngirim naskah ke penerbit, keputusannya bisa paling cepat dalam hitungan menit, dan yang paling lama kira-kira setahun.
19. Bagaimana batasan untuk menggambarkan kesadisan dalam cerita anak, terutama fabel?
Rantai makanan dalam dunia binatang tidak bisa dihindari. Cicak makan nyamuk, singa makan rusa dll. Sah-sah saja kok dituliskan, tapi jangan dijabarkan secara detil. Misalnya: Singa mencabik-cabik rusa dengan giginya yang tajam. Leher rusa menganga, darah segar mengucur dari sana. Rusa merintih, matanya berkedip-kedip seolah menahan rasa sakit yang amat parah. Pelan-pelan, singa menguliti rusa dll dll. Hiiiiyyyy…..
20. Tips agar naskah lolos ke penerbit?
Kenali karakter buku2 penerbit itu, telpon/email redaksinya, tawarkan naskah kita (yang tentunya senafas dengan mereka) dan kirimkan.
Pastikan naskahmu benar2 rapi, lengkap, dan bagus. Be strong to your script!
21. Bagaimana cara menulis naskah anak supaya sesuai dengan usia yang dibidik?
Amati anak-anak seusia itu. Kalau yang dibidik usia 4-6 tahun, ya bahasanya tentu beda dengan anak usia 8 tahun. Kagak punya anak yang bisa diamati? Kenapa nggak ngamati buku sejenis yang ditujukan untuk usia itu?
22. Bolehkah naskah yang berbeda bahasa, dikirim ke dua media berbeda? Misalnya, Jayabaya dan Kompas?
Setahu saya, syarat mengirim ke media adalah tidak pernah dimuat di media yang lain. Namun, karena ini adalah beda bahasa, mungkin ada baiknya kamu menanyakan ke redaksi ybs. Misalnya, cerpen kamu udah dimuat di Jayabaya, tentu udah kenal dong ama redaksinya? Coba tanyakan dengan sopan, apakah jika naskah ini saya kirimkan ke media lain, masih boleh? Vice versa, saat kita mengirimkannya ke media lain (setelah dpt ijin dari Jayabaya), kasi tau bahwa ini naskah yang udah dimuat oleh Jayabaya, dalam bahasa Jawa. Intinya, komunikasikan semuanya agar tak ada pihak yang merasa tersakiti. Halah…bahasaku, haha..
23. Apakah harus punya seorang illustrator untuk menulis cerita anak?
Tergantung, jika kamu mau nulis untuk media, ya nggak perlu. Mereka punya tim illustrator sendiri. Beda halnya jika kamu mau kirim ke penerbit, dan yang kamu kirim itu pictorial book. Ada baiknya kamu mengirim naskah dilengkapi dengan sample ilustrasi. Supaya penerbit mendapat gambaran, seperti apa sih buku ini nantinya? Namun, andaikata tidak melampirkan sample ilustrasi pun, tak apa-apa kok. Siapa sih yang menolak naskah yang amat baguuuuusss, meski gak pake sample ilustrasi pun penerbit akan dengan ikhlas suka rela menerima naskahmu kok. Nantinya, penerbit akan membantu kita mencari2 ilustrator yang cocok, atau bisa juga dari tim mereka sendiri, atau kita yang disuruh nyari. So, konsentrasi dululah pada naskahmu. Hasilkan naskah yang ciamik, jangan mikiri ilustrasi dulu…nanti malah gak nulis2.
24. Bagi alamat majalah anak dong, atau list penerbit-penerbit yang OK. Yang kagak pake lama, kagak pake ribet, dan lancar bayar royaltinya.
Hmmm…semua alamat majalah, semua alamat penerbit, bisa ditemukan di masing-masing majalah, atau buku terbitan penerbit itu. Silakan dicatat, sekalian dipelajari karakter buku2 dan majalah-majalah itu.
Percayalah, hanya mendapat list tanpa mengetahui karakteristik mereka, percuma.
25. Duit saya cekak, mana bisa beli majalah atau buku2 gitu?
Pernah denger kata “perpustakaan”? Pernah denger kalimat “pasar buku loak”? Atau pernah denger kalimat “numpang baca di lapak majalah, padahal cuma beli koran seharga 2rb?”
Come on, mau dapet ikan gede ya kudu pake umpan gede dong.
26. Enak mana, jual putus ato royalti?
Kalo saya pribadi, melihat siapa penerbitnya. Jika penerbitnya Gramedia group, atau grup lain yang terpercaya (tak ada penulis lain yang mengeluhkan soal royalti), maka saya akan pilih royalti. Dapetnya jauh lebih banyak :)
Kalo penerbitnya penerbit baru, atau penerbit yang samar-samar saya pernah dengar kalo royaltinya hanya sekian puluh ribu, atau cepek cepek doang, saya akan pilih julput. Ndak pusing :)
Juga, tergantung keadaan keuangan. Kalo kantong cekak, pilih julput. Kantong tebal, pilih royalti. Haha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar