Hari Minggu kemarin sehari sebelum memasuki awal puasa Ramadhan, tepat peringatan 40 hari meninggalnya Bapak Mertua. Ada banyak kenangan tersisa selama kurun waktu hampir 12 tahun bersama. Dan satu yang kuingat, Bapak sangatlah arif dan bijaksana. Penuh kasih dan menyayangiku seperti anaknya sendiri.
Kembali teringat dalam benakku bagaimana saat-saat diriku baru pertama kali menjalani hidup sebagai guru wiyata. Kebetulan aku berwiyata di dekat tempat tinggal mertua. Dan tempat wiyata itu sangatlah jauh dari rumah biasa aku tinggal. Dan untuk menuju ke sana pun sangat sudah karena tidak ada angkot yang menuju ke sana. Maka ketika aku berangkat wiyata, biasanya aku membonceng suamiku. Dan pulangnya aku diantar oleh Bapak Mertuaku. Kebetulan waktuitu Bapak masih menjabat sebagai Kaur Pemerintahan Desa yang kantornya bersebelahan dengan sekolahku. Jadi waktu Bapak sangatlah fleksibel.
Tapi karena tak enak hati selalu merepotkan Bapak, maka aku memutuskan untuk menjalani hari-hari wiyataku dengan bersepeda. Hitung-hitung olahraga.
Aku pun kembali teringat dengan saat-saat terakhir Bapak yang mengejutkan kami semua. Yah, kepergian Bapak yang mendadak dan tiba-tiba membuat shock kami semua. Karena sebelumnya Bapak kelihatan sangat sehat. Oh ya, Bapak baru pulih dari kecelakaan karena ditabrak sama anak-anak SMP yang kebut-kebutan. Waktu itu kaki Bapak terluka cukup parah. Dan perlu waktu beberapa bulan untuk pulih. Tapi Bapak sangat tegar dan tabah menjalani hari-hari selama pemulihan. Bapak tidaklah rewel dan tidak merepotkan. Dan sebulan sebelum kepergiannya untuk selamanya Bapak sudah bisa berjalan tanpa kruk. Tiap hari dia semakin sehat. Jadi besar harapan kami Bapak akan bisa sembuh sehingga Bapak bisa berangkat haji tahun depan.
Tapi rupanya Allah berkehendak lain atas diri Bapak. Di suatu pagi di hari Rabu, 22 Juni 2011, aku menerima telpon yang mengabarkan bahwa Bapak jatuh dari duduknya, dan tak sadarkan diri. Betapa kaget dan paniknya aku saat itu. Lalu aku pun menelpon suamiku yang baru saja berangkat kerja. Tapi karena beliau sedang berkendara, maka teleponku pun lewat. Cemas, kalut campur baur menjadi satu. Tak lama setelah itu datang lagi telepon yang mengabarkan kalau Bapak sudah tiada. Innalillahi waina ilahi rojiun. Yang pada mulanya ada semua akan kembali tiada. Lemaslah seluruh tubuhku.
Kini empat puluh hari sudah Bapak kembali kepangkuan-Nya. Tepat sehari sebelum masuk bulan suci Ramadhan. Sore harinya aku bersama suami dan anak-anak pergi berziarah ke makam Bapak. Ketika kami bersimpuh duduk di sisi makam, semakin sadarlah kami, bahwa kami ini bukanlah apa-apa. Lihatlah apa yang dulu terlihat sangat gagah, kini tak berdaya terbaring di dalam tanah. Apa yang dulu ada kini tiada. Dan semua nanti akan kembali kepada-Nya. Saatnya mempersiapkan bekal sebaik-baiknya. Jalani Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya.
Selamat Jalan Bapak, Semoga engkau memperoleh tempat terbaik di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar