Miris sekali mendengar kalimat itu. Namun kejadian ini benar-benar aku alami saat berangkat kerja. Suatu hari di suatu bis kota, penumpang berjubel penuh sesak. Ada pekerja pabrik, ada guru, ada pedagang, dan paling banyak tentu saja para pelajar. Pagi itu bis penuuh sesak. Namun di pertigaan Trengguli bis masih berhenti dan menaikkan penumpang. Dari situ naiklah seorang kakek yang sudah cukup tua.
Melihat kakek yang sudah tua itu, seorang pelajarpun berdiri untuk memberikan tempat duduknya. Alhamdulillah, masih tersisa anak-anak yang seperti itu. Kakek itu kemudian duduk. Dan mungkin tertarik dengan si pelajar itu, kakekpun membuka percakapan. Beliau mulai bertanya-tanya, turun di mana? Rumahmu mana, sekolahmu mana? Kakek bertanya memakai bahasa daerah.
Dan apa jawaban si pelajar? Memang benar anak itu menjawab, namun mungkin karena tidak bisa berbahasa jawa kromo, anak itu menjawab dengan bahasa ngoko (Bahasa jawa kasar). Dan si kakekpun mulai bertanya, memange di sekolah belajar apa? Masih dengan lugunya si pelajar menjawab, matematika, bahasa inggris, bla,bla,bla…
Tidak diajari bahasa jawa, bahasa kromo? Tanya sang kakek lagi. Sang pelajarpun menggeleng. Dan apa jawaban si kakek?
Oooo, yen ngono guru saiki yo guru goblok (kalau begitu guru sekarang ya guru goblok), bla, bla, bla. Si kakek mengomel panjang lebar.
Aku yang sedari tadi dengan sengaja mengikuti pembicaraan mereka menjadi terkesima sekaligus merasa malu. Namun dalam hati aku mulai bertanya, Benarkah guru sekarang goblok (menurut pandangan kakek tua itu) karena tidak bisa mengajarkan kromo (bahasa jawa halus) pada anak-anak. Benarkah guru sekarang goblok karena memang terbilang gagal mengajarkan tata krama dan unggah ungguh kepada anak-anak? Betulkah guru sekarang goblok karena hanya mengejar pengetahuan tanpa mengajarkan etika kepada anak-anak?
mungkin memang seperti itu bu. Dan anak pun sepertinya tanpa beban ketika menyapa gurunya dengan kata "Pean" dan bukannya Njenengan. Gurunya juga mungkin salah, karena ketika bicara bahasa jawa, dia memakai bahasa jawa ngoko, dan murid menirunya. kadang, untuk mengingatkan mereka kembali pada bahasa kita, saya buat kuis sambung kata, memakai 4 bahasa, jawa ngoko, jawa kromo, indonesia dan inggris. dan yang paling riuh adalah ketika giliran menggunakan bahasa jawa kromo.
BalasHapusentahlah, kebahasaan mulai rusak.
Warning buat kita ya Bu Iva, buat instrospeksi dan meningkatkan kualitas diri. Agar gemerasi mendatang bisa lebih baik lagi. Terima kasih telah mampir.
BalasHapusyg terlihat disekolah2 skrg mmg guru kurang memberi motivasi. kita menyadari guru itu tidak mentrasfer otaknya kepada siswa, tp ia memberi dorongan/ motivasi agar siswa memiliki minat belajar yg baik. tp apa daya, skrg guru adalah sebuah pelarian krn bekerja yg dianggap mudah adalah menjadi guru. buka buku, baca, ngobrol sebentas, aktu habis, pulang, tiap kahir bulan minta gaji duluan.
BalasHapus