Foto Bersama |
Habis mandi, kebetulan masuk waktu Subuh. Teman-teman ngajakin sholat jamaah ke Mushola yang kebetulan ada di depan rumah. Yach, sekalian kenalan sama para tetangga. Habis sholat, sebagian bantu-bantu tuan rumah menyiapkan sarapan. Dan masih ada lho yang nunggu giliran buat mandi. Lha kamar mandinya cuma satu. Sambil nunggu teman-teman siap, kami foto-fotolah di halaman rumah, sembari menunggu matahari terbit di Sidoarjo. Habis itu sarapan rame-rame. Tapi masih nunggu Pak Sopir yang belum lagi siap. Jadinya foto-foto dulu yach.
Menunggu matahari terbit di Sidoarjo |
Pukul enam pagi, kamipun meluncur ke Malang. Kali ini rombongan bertambah dengan putranya Bu Sakdiyah. Tapi mereka berangkat dengan mobil sendiri. Bahkan para pengurus Yayasan pindah mobil. Wah, kami yang kemarin sempat sungkan buat berkelakar jadi rame deh dalam minibus. Tapi karena diserang kantuk, ya kelakarnya kalah sama tidur. Waktu itu masih begitu pagi, Sidoarjo masih diselimuti kabut. Tapi kami sudah meluncur ke Kota Malang. Tepatnya ke Batu, buat wisata petik apel.
Nunggu Pak Sopir |
Selamat datang di kebun apel |
Apelnya manis |
Tapi tunggu dulu, kami mesti beli tiket dulu. Dua puluh ribu rupiah per orang, kami bebas memetik dan memakan buah apel sepuas kami. Namun untuk yang dibawa pulang mesti ditimbang dulu dan dibayar yach. Per kilo-nya 20.000 rupiah. Lebih mahal dari yang dipasar. By the way, jaminan kesegarannya tak tertandingi. Habis bayar tiket, kami dapat welcome drink berupa sariapel. Segar. Kami lalu diberi arahan, apel yang kayak apa yang mesti dipetik. Apel yang di sini jenis apel manalagi. Rasanya manis segar. Dan tahu nggak, ternyata yang enak tuh yang kulitnya bruntusan. Itu pertanda apel sudah tua. Bukannya yang masih mulus yach.
Sayang saat itu kebun sedang becek. Mungkin semalam turun hujan, wah. Licin juga jalannya. Mana waktu itu pakai gamis lagi. tahu gitu tadi pakai celana yach. Lha aku pikir kebun apel ini datar-datar saja seperti kebun strawberry. Tak tahunya menjanjak. Terasiring gitu. Mana licin lagi, tapi semangat deh, mau petik apel, kendati mesti angkat gamis tinggi-tinggi. Hihihi, don’t worry, pakai dalaman panjang lagi.
Bersama Dik Novi |
Wah, kami semangat petik apelnya. Sayang sekali nih, buah yang ada di jangkauan tangan kecil-kecil. Buah gedenya ada di pucuk, tak terjangkau. Ya iyalah, sudah pasti yang berada dalam jangkauan sudah diambil pengunjung yang lebih dulu. Tapi untungnya tuh Bu Tutik nemu kayu panjang, buat menjolok apel. Bu Zul sampai manjat-manjat buat nemuin buah yang gede-gede. Dan apel yang baru dari pohon ini rasanya memang renyah banget. Beda sama yang di pasar. Jadi semangat deh.
Pohon apel dengan buahnya yang menggiurkan |
Ngantuk cantik di perjalanan |
Selain beli apel, ada juga lho penjual bibit sayuran, satu renteng berisi aneka macam bibit sayuran. Dan harganya 15.000 saja. Next trip, ke Turen ya… Ke mana lagi kalau bukan ke Masjid Tiban
Bacaan sebelumnya di sini
Bacaan selanjutnya: di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar